Januariku

Sebaik-baiknya sikap terhadap diri sendiri kurasa adalah mengapresiasi diri.

Bulan Januari selalu spesial. Karena pada bulan ini mama melahirkan anak pertamanya yaitu, aku. Bila tiba tanggal itu, betapa bahagianya aku. Aku diberi kesempatan untuk hidup. Dan aku dilimpahkan banyak doa baik dari keluarga dan sahabat tersayang.

Menyadari bahwa masih ada orang-orang terdekat masih mengingat, aku bersyukur dan berterima kasih akan itu.

Beberapa ada yang mengucapkan dan mendoakan tepat waktu.

Beberapa ada yang meminta maaf karena terlambat mengucapkan dan mendoakan.

Tak pernah ada kata terlambat untuk doa-doa yang terapalkan. Bukankah bulan dan tanggal kelahiran hanya momen semata? Doa kapanpun bisa kita rapalkan untuk orang-orang tersayang.

Tentang Kesyukuran Selama Tahun 2018

Tahun 2017 adalah tahun pertama setelah aku pulang dari ngekos. Selama satu tahun, waktuku lebih banyak dihabiskan bersama keluarga. Pulang kerja, langsung pulang ke rumah. Libur akhir pekan, aku juga memilih berada di rumah. Keluar rumah pun tetap bersama keluarga. Entah makan bersama atau aku meminta ditemani adik membeli kebutuhan sehari-hari. Saat itu, aku rindu sekali dengan rumah dan keluargaku.

Berbeda dengan tahun 2018. Selama 2018, aku mulai melakukan beberapa kegiatan di luar rumah seperti, hadir dalam liqo dan kajian pekanan, hadir dalam seminar Teman Bicara, berpartisipasi menjadi kakak mentor pesantren anak, bekerja di luar Depok (lagi), bertemu secara rutin dengan sahabat, ikut arisan, dan berkenalan dengan teman-teman baru. Tetap konsisten melakukan kegiatan itu semua, aku berterima kasih pada diriku sendiri. Meskipun tahun 2018 belum terlalu banyak mengikuti kegiatan relawan, aku tetap bersyukur. Terima kasih Shinta telah bergerak mencoba.

Dalam hal mengelola emosi, tahun 2018 juga menjadi saksi betapa aku berjuang mengendalikan diri.

Berikut ada beberapa hal yang aku pelajari yaitu, menjaga diri agar tidak marah. Meskipun sulit, aku harus bisa. Terutama terhadap orang-orang terdekat. Terkadang, mengendalikan diri di luar rumah lebih mudah dibandingkan di rumah sendiri. Karena kita merasa, bagaimana pun keadaan kita, keluarga akan selalu menerima. Jadilah kita bertindak semena-mena 😦

Menjadi terlalu peka dan perhatian terkadang harus dikondisikan. Sebab, ada hal-hal memang bukan dalam kendali kita. Kita harus sadar, tidak semua hal dapat diselesaikan oleh diri sendiri. Ada sosok lain yang lebih bertanggung jawab untuk perihal itu.

Bersikap manis itu tak ada salahnya. Menunjukkan wajah senyum ramah, menebarkan sapa dan salam, tertawa sekadarnya, dan memberikan intonasi suara yang bersahabat. Bukankah setiap manusia selalu senang diperlakukan dengan manis?

Mengalah demi kebaikan bersama sungguh tak apa. Toh, mengalah tak akan membuatku sakit kepala. Terkadang, yang membuat aku begitu egois adalah keinginan untuk dihargai lebih dulu. Padahal, saat itu yang terpenting bukan itu. Yang paling penting adalah bagaimana cara memperbaiki hubungan yang sedang renggang.

Tetap berada di koridor baik meskipun berada pada koridor yang salah. Seringkali kejadian menyakitkan membuat aku kehilangan kewarasan. Aku lupa sikap baik apa yang sebaiknya dilakukan pada kondisi ini. Aku lupa prinsip ‘tetap menjadi baik meskipun diperlakukan tidak baik’. Aku belajar, bagaimana menjaga kesadaran apapun keadaannya. Aku belajar, bagaimana menjaga identitas diri apapun kondisinya.

Jangan terbuai dengan kenyataan. Seringkali kenyataan membuat kita terlalu yakin bahwa situasi akan berjalan sesuai prediksi. Apa yang kita amati, lihat, dan rasakan memang seringkali terasa begitu nyata. Seolah-olah kita yakin dengan masa depan. Pikiran yang visioner sering kali mengaitkan kenyataan dengan harapan. Bila kenyataan dan harapan berjalan beriringan, oh sungguh bahagianya diri. Meskipun beriringan, padahal tidak ada yang tahu bagaimana takdir esok hari. Bisa jadi buruk, bisa jadi baik.

Manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi esok hari. Semua hanya Tuhan yang tahu. Oleh karena itu, jika tidak ingin kecewa, tautkan semua harapan dan mimpi hanya pada-Nya.

Sebaik-baiknya sikap terhadap diri sendiri kurasa adalah mengapresiasi diri.

Maka aku ingin mengapresiasi diri. Terima kasih banyak, Shinta. Terima kasih telah melakukan banyak hal baru, terima kasih telah memutuskan untuk kuat dan tegar, terima kasih telah berbaik sangka, terima kasih telah berusaha memperbaiki diri, dan terima kasih karena memilih berjalan meskipun banyak kesempatan untuk berhenti.

19 thoughts on “Januariku

    • Salam kenal juga, Mbak Melan πŸ˜€ Alhamdulillah, aku senang kalau ada yang senang hehe semoga tulisanku bermanfaat ya mbaaak πŸ™‚

      Like

  1. Oke, aku panggil Melan ya πŸ™‚ Melan masih kuliah ya? Siap, nanti aku berkunjung juga ke rumahmu. Boleh, IGku shintakrs, Melan.

    Like

Leave a comment